
Dalam ajaran Hindu terdapat empat tahap dalam mencapai tujuan hidup, adapun tujuan hidup tersebut dinamakan Catur Purusa Artha terdiri dari Dharma, Artha, Kama dan Moksa. Dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap.
Sementara
dalam Perkawinan adalah bentuk perujudan dari suatu usaha untuk mencapai
tujuan hidup. Dalam lontar Agastya Parwa disebutkan "Yatha sakti
Kayika Dharma" ini bermakna dengan kemampuan sendiri melaksanakan
Dharma
Upacara
perkawinan pada hakekatnya adalah upacara persaksian ke hadapan Tuhan Yang
Maha Esa dan kepada masyarakat bahwa kedua orang yang bersangkutan telah
mengikatkan diri sebagai suami-istri. Sedangkan pengertian perkawinaan sendiri
adalah jalinan ikatan secara lahir batin antara seorang pria dan wanita sebagai
suami istri dengan tujuan membentuk suatu keluarga yang bahagia dan abadi
selamanya hingga akhir usia.
Bila
seseorang sudah berniat melakukan perkawinan, diharapkan sudah mereka sudah
siap lahir dan batin dalam menempuk bahtera rumah tangga kelak.
Dalam
perkawinan umat Hindu di Bali, ada dua tujuan hidup yang harus dapat
diselesaikan dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang
berdasarkan Dharma.
Sebelum
seseorang memasuki jenjang perkawinan dibutuhkan suatu bimbingan, nasehat dan
wejangan agar dalam pelaksaanaannya nanti tidak mengalami kendala, masalah yang
mungkin akan timbul dalam mengarui biduk bahtera rumah tangga, bimbingan ini
diberikan dari orang yang mengerti dan ahli dalam bidang agama Hindu,
orang yang mengerti agama ini akan menerangkan apa yang menjadi tugas dan
kewajiban bagi orang yang telah terikat dalam pernikahan sehinggabisa
mandiri di dalam mewujudkan tujuan hidup mendapatkan artha dan kama berdasarkan
Dharma.
Lalu
dilanjutkan dengan proses penyucian diri yang bertujuan memberikan kesempatan
kepada leluhur untuk menjelma kembali dalam rangka memperbaiki karmanya (umat
Hindu di Bali percaya leluhur yang sudah meninggal dapat berenkarnasi dalam
perujudan anak cucu kembali) untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam
perbuatan yang baik, itu adalah manfaat jadi manusia. Melahirkan anak lewat
perkawinan mengasuh, membimbing, memeliharanya dan mendidik dengan penuh kasih
sayang sesungguhnya suatu yadnya kepada leluhur. Terlebih lagi kalau anak
tersebut dapat menjadi manusia yang sempurna, akan merupakan suatu perbuatan
melebihi seratus yadnya, demikian disebutkan dalam Slokantara.
Perkawinan
bagi umat Hindu merupakan sesuatu yang suci dan sakral. Saat itu perkawinan
layak atau tidak nya ditentukan oleh seorang Resi, dimana sang Resi (Bramana
Sista) ini mampu melihat lewat mata batin cocok tidaknya dari pasanngan
yang akan dinikahkan, bila tidak cocok atau jodoh akan dibatalkan karena bisa
berakibat buruk bagi kehidupan rumah tangga mereka nanti. Namun seiring masa berganti
dan pertimbangan duniawi lebih mempengaruhi orang tua dalam memilih jodoh untuk
anak anak mereka dan bukan lagi nilai budi pekerti yang di junjung tinggi
Pernikahan
adat Bali menggunakan sistem patriarki yaitu semua tahapan dan
proses pernikahan dilakukan di rumah mempelai pria.
Menurut
UU perkawinan no 1 thn 1974, sah tidaknya suatu perkawinan adalah sesuai
menurut hukum dan agama masing masing.
Proses
upacara adat pernikahan di Bali disebut “ Mekala-kalaan (natab banten).
Pelaksaan upacara ini dipimpin oleh seorang pendeta yang diadakan di halaman
rumah sebagai titik sentral kekuatan Kala Bhucari yang dipercaya sebagai
penguasa wilayah madyaning mandala perumahan.
Makalan-kalaan
sendiri berasal dari kata Kala yang mengandung pengertian energi. Upacara
mekala-kalaan ini mempunyai maksud untuk menetralisir kekuatan kala/energi yang
bersifat buruk/negatif dan berubah menjadi positif/baik.
Adapun
maksud dari upacara ini adalah sebagai pengesahan perkawinan antara kedua
mempelai dan sekaligus penyucian benih yang terkandung di dalam diri kedua
mempelai.
Peralatan
Mekala-kalaan dan symbol upacara adat perkawinan Bali
- Sanggah Surya
Di sebelah kanan digantungkan biyu lalung dan di sebelah kiri sanggah digantungkan sebuah kulkul berisi berem. Sanggah Surya merupakan niyasa (simbol) stana Sang Hyang Widhi Wasa, dalam hal ini merupakan stananya Dewa Surya dan Sang Hyang Semara Jaya dan Sang Hyang Semara Ratih. Biyu lalung adalah simbol kekuatan purusa dari Sang Hyang Widhi dan Sang Hyang Purusa ini bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Jaya, sebagai dewa kebajikan, ketampanan, kebijaksanaan simbol pengantin pria.
Kulkul berisi berem simbol kekuatan prakertinya Sang Hyang Widhi dan bermanifestasi sebagai Sang Hyang Semara Ratih, dewa kecantikan serta kebijaksanaan simbol pengantin wanita.
- Kelabang Kala Nareswari (Kala Badeg)
Simbol calon pengantin, yang diletakkan sebagai alas upakara mekala-kalaan serta diduduki oleh kedua calon pengantin.
- Tikeh Dadakan (tikar kecil)
Tikeh dadakan diduduki oleh pengantin wanita sebagai simbol selaput dara (hymen) dari wanita. Kalau dipandang dari sudut spiritual, tikeh dadakan adalah sebagai simbol kekuatan Sang Hyang Prakerti (kekuatan yoni).
- Keris
Keris sebagai kekuatan Sang Hyang Purusa (kekuatan lingga) calon pengantin pria. Biasanya nyungklit keris, dipandang dari sisi spritualnya sebagai lambang kepurusan dari pengantin pria.
- Benang Putih
Dalam mekala-kalaan dibuatkan benang putih sepanjang setengah meter, terdiri dari 12 bilahan benang menjadi satu, serta pada kedua ujung benang masing-masing dikaitkan pada cabang pohon dapdap setinggi 30 cm. Angka 12 berarti simbol dari sebel 12 hari, yang diambil dari cerita dihukumnya Pandawa oleh Kurawa selama 12 tahun. Dengan upacara mekala-kalaan otomatis sebel pengantin yang disebut sebel kandalan menjadi sirna dengan upacara penyucian tersebut.
Dari segi spiritual benang ini sebagai simbol dari lapisan kehidupan, berarti sang pengantin telah siap untuk meningkatkan alam kehidupannya dari Brahmacari Asrama menuju alam Grhasta Asrama.
- Tegen - tegenan
Makna tegen-tegenan merupakan simbol dari pengambil alihan tanggung jawab sekala dan niskala.
Perangkat tegen-tegenan :- batang tebu berarti hidup pengantin artinya bisa hidup bertahap seperti hal tebu ruas demi ruas, secara manis.
- Cangkul sebagai simbol Ardha Candra. Cangkul sebagai alat bekerja, berkarma berdasarkan Dharma
- Periuk simbol windhu
- Buah kelapa simbol brahman (Sang Hyang Widhi)
- Seekor yuyu simbol bahasa isyarat memohon keturunan dan kerahayuan.
- Suwun-suwunan (sarana jinjingan)
Berupa bakul yang dijinjing mempelai wanita, yang berisi talas, kunir, beras dan bumbu-bumbuan melambangkan tugas wanita atau istri mengmbangkan benih yang diberikan suami, diharapkan seperti pohon kunir dan talas berasal dari bibit yang kecil berkembang menjadi besar.
- Dagang-dagangan
Melambangkan kesepakatan dari suami istri untuk membangun rumah tangga dan siap menanggung segala Resiko yang timbul akibat perkawinan tersebut seperti kesepakatan antar penjual dan pembeli dalam transaksi dagang.
- Sapu lidi (3 lebih)
Simbol Tri Kaya Parisudha. Pengantin pria dan wanita saling mencermati satu sama lain, isyarat saling memperingatkan serta saling memacu agar selalu ingat dengan kewajiban melaksanakan Tri Rna, berdasarkan ucapan baik, prilaku yang baik dan pikiran yang baik, disamping itu memperingatkan agar tabah menghadapi cobaan dan kehidupan rumah tangga. - Sambuk Kupakan (serabut kelapa)
Serabut kelapa dibelah tiga, di dalamnya diisi sebutir telor bebek, kemudian dicakup kembali di luarnya diikat dengan benang berwarna tiga (tri datu). Serabut kelapa berbelah tiga simbol dari Triguna (satwam, rajas, tamas). Benang Tridatu simbol dari Tri Murti (Brahma, Wisnu, Siwa) mengisyaratkan kesucian. Telor bebek simbol manik. Mempelai saling tendang serabut kelapa (metanjung sambuk) sebanyak tiga kali, setelah itu secara simbolis diduduki oleh pengantin wanita. Apabila mengalami perselisihan agar bisa saling mengalah, serta secara cepat di masing-masing individu menyadari langsung. Selalu ingat dengan penyucian diri, agar kekuatan triguna dapat terkendali. Selesai upacara serabut kalapa ini diletakkan di bawah tempat tidur mempelai.
- Tetimpug
Bambu tiga batang yang dibakar dengan api dayuh yang bertujuan memohon penyupatan dari Sang Hyang Brahma.
1.
Upacara
Ngekeb:
Acara ini bertujuan untuk mempersiapkan calon pengantin
wanita dari kehidupan remaja menjadi seorang istri dan ibu rumah tangga dengan
memohon doa restu kepada Tuhan Yang Maha Esa agar bersedia menurunkan
kebahagiaan kepada pasangan ini serta nantinya mereka diberikan anugerah berupa
keturunan yang baik.
Setelah
itu pada sore harinya, seluruh tubuh calon pengantin wanita diberi luluran yang
terbuat dari daun merak, kunyit, bunga kenanga, dan beras yang telah
dihaluskan. Dipekarangan rumah juga disediakan wadah berisi air bunga untuk
keperluan mandi calon pengantin. Selain itu air merang pun tersedia untuk
keramas.
Sesudah
acara mandi dan keramas selesai, pernikahan adat bali akan dilanjutkan dengan
upacara di dalam kamar pengantin. Sebelumnya dalam kamar itu telah disediakan
sesajen. Setelah masuk dalam kamar biasanya calon pengantin wanita tidak
diperbolehkan lagi keluar dari kamar sampai calon suaminya datang menjemput.
Pada saat acara penjemputan dilakukan, pengantin wanita seluruh tubuhnya mulai
dari ujung kaki sampai kepalanya akan ditutupi dengan selembar kain kuning tipis.
Hal ini sebagai perlambang bahwa pengantin wanita telah bersedia mengubur masa
lalunya sebagai remaja dan kini telah siap menjalani kehidupan baru bersama
pasangan hidupnya.
2.
Mungkah
Lawang (Buka
Pintu):
Seorang utusan Mungkah Lawang bertugas mengetuk pintu
kamar tempat pengantin wanita berada sebanyak tiga kali sambil diiringi
olehseorang Malat yang menyanyikan tembang Bali. Isi tembang tersebut
adalah pesan yang mengatakan jika pengantin pria telah datang menjemput
pengantin wanita dan memohon agar segera dibukakan pintu.
3.
Upacara
Mesegehagung:
Sesampainya kedua pengantin di pekarangan rumah pengantin
pria, keduanya turun dari tandu untuk bersiap melakukan upacara Mesegehagung
yang tak lain bermakna sebagai ungkapan selamat datang kepada pengantin wanita,
kemudian keduanya ditandu lagi menuju kamar pengantin. Ibu dari pengantin pria
akan memasuki kamar tersebut dan mengatakan kepada pengantin wanita bahwa kain
kuning yang menutupi tubuhnya akan segera dibuka untuk ditukarkan dengan uang
kepeng satakan yang ditusuk dengan tali benang Bali dan biasanya berjumlah dua
ratus kepeng
4.
Madengen–dengen:
Upacara ini bertujuan untuk membersihkan diri atau
mensucikan kedua pengantin dari energi negatif dalam diri keduanya. Upacara
dipimpin oleh seorang pemangku adat atau Balian
5.
Mewidhi
Widana:
Dengan memakai baju kebesaran pengantin, mereka melaksanakan
upacara Mewidhi Widana yang dipimpin oleh seorang Sulingguh atau Ida
Peranda. Acara ini merupakan penyempurnaan pernikahan adat bali untuk
meningkatkan pembersihan diri pengantin yang telah dilakukan pada acara acara
sebelumnya. Selanjutnya, keduanya menuju merajan yaitu tempat pemujaan untuk
berdoa mohon izin dan restu Yang Kuasa. Acara ini dipimpin oleh seorang
pemangku merajan
6.
Mejauman
Ngabe Tipat Bantal:
Beberapa hari setelah pengantin resmi menjadi pasangan suami
istri, maka pada hari yang telah disepakati kedua belah keluarga akan ikut
mengantarkan kedua pengantin pulang ke rumah orang tua pengantin wanita untuk
melakukan upacara Mejamuan/menerima tamu. Acara ini dilakukan untuk
memohon pamit kepada kedua orang tua serta sanak keluarga pengantin wanita,
terutama kepada para leluhur, bahwa mulai saat itu pengantin wanita telah sah
menjadi bagian dalam keluarga besar suaminya. Untuk upacara pamitan ini
keluarga pengantin pria akan membawa sejumlah barang bawaan yang berisi
berbagai panganan kue khas Bali seperti kue bantal, apem, alem, cerorot,
kuskus, nagasari, kekupa, beras, gula, kopi, the, sirih pinang, bermacam
buah–buahan serta lauk pauk khas Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar